BOLA API

SIDA BLEBERAN 19 Mei 2020 18:34:34 WIB

Yang bikin gemetaran pada kita bukanlah bulatan bola.

Bukan pula hantaman bola yang mengenai tubuh kita.
Melainkan percikan api-lah yang perlu diwaspadai oleh sedemikian rupa sehingga.
Ini bukan cengkeraman gaib di salah satu titik kewingitan Segitiga Bermuda, dan bukan pula memoar mistik sebuah gelombang kerajaan gaib Nyai Rara Kidul.
Ini adalah wacana-wacana jangka panjang untuk menempati suatu bingkai ketepatan sebuah nilai.
Gol-gol yang kita ciptakan tentunya kita cermati betul, titik ketepatan dan fokus utamanya.
Apalagi api, yang kita hadapi adalah kotak gawang yang sengaja diciptakan dengan balok-balok es yang sedemikian kabur untuk kita amati oleh jarak pandang kesadaran kita sebagai manusia.
Sampai-sampai team pun perlu juga diawasi dengan kejelian-kejelian dan ketelitian secara total.
Masalahnya ini bukan lawan yang kita hadapi, dan apalagi bukan musuh.
Ini adalah diri kita sendiri yang kita lawan.
Sedikit kemungkinan-kemungkinan yang agak jelas, serangan itu akan dihalau langsung atau dioper, tentunya butuh strategi yang matang untuk menentukan pola secara cepat dan tangkas.
Sebagaimana strategi Kanjeng Sunan Kalijaga menentukan titik-titik keakuratannya menentukan posisi Raden Patah menghadapi Ramanya sendiri Brawijaya V yang di sebelahnya ada Sabdopalon Noyogenggong.
Jangan-jangan kita sebagai penonton salah menilai dan salah mempersepsikan.
Jangan-jangan kita sebagai pemain tidak serta merta mengetahui titik kelemahan lawan.
Jangan-jangan kita sebagai pihak lawan bingung untuk menatap lingkaran sebuah bola.
Padahal ini bukan arena lapangan adu senang dan tidak senang.
Ini bukan arena lapangan untuk menyediakan ajang permainan antara Malaikat dan Iblis.
Tentunya Tuhan pasti sudah benar-benar menciptakan dua ruang antara hitam dan putih, lantas kita sungguh-sungguh dianjurkan untuk segera memutih.
Tidak jadi hal yang membingungkan sebenarnya, soalnya kita tidak ditakdirkan untuk melumpuhkan lawan, melainkan kita dituntut untuk menciptakan sebuah 'gol'.


Mashudi
Yogyakarta, 2020

Belum ada komentar atas artikel ini, silakan tuliskan dalam formulir berikut ini

Formulir Penulisan Komentar

Nama
Alamat e-mail
Kode Keamanan
Komentar