PUISIKU PUISIMU PUISI KITA

SIDA BLEBERAN 29 Mei 2020 12:21:59 WIB

PUISIKU
PUISIMU
PUISI KITA

Puisi itu begitu mengalir bagaikan sungai yang jernih, begitu juga hembusnya bagai udara yang terbebas dari segala gelembung-gelembung.
Ia menggugah segala yang nyenyak dari tidur panjangnya. Dan membangkitkan seluruh urat-urat yang terdiam di ruang-ruang lumpuhnya.
Ketika baris telah dikumandangkan dan bait gemeretak mengepal semua unsur dari segala ruang.
Lepaslah sudah dari belenggu-belenggu 'kotor' yang jijik lagi nyinyir.
Alam bawah sadar naik terbawa oleh gelembung-gelembung lembut, mengangkasa dan mencakrawala.
Ia mengelus-elus berjuta-juta gemulai asmara para pengagung cinta.
Ia menundukkan segenap jiwa pada ranah semedi religinya, bahkan ia menunjuk segenap ketidakadilan rasa dan alam fikiran.
Ia bukan racun, bahkan ia tidak pernah membunuh pada jiwa-jiwa yang tenang.
Lihatlah di sana, sawah-sawah dan nyiur daun pohon kelapa.
Lihatlah di sana, mutu manikam dan gundukan bukit-bukit berjajar seirama.
Di sanalah puisi bersembunyi.
Huruf demi huruf mengeja aksara dan menggenggam sejuta makna.
Kalau sampai kematian pun menjelang, tetap gemerlaplah racikan kalimatnya.
Ia berdendang bersama kemuliaan dan keluhuran budi.
Bangkitlah keharuman leluhur-leluhur bersamanya.
Ia mengkidung, menyerap segala jernih, berhembus kepada anak-anak cucu.
Ia tak punya nama.
Ia tak punya karier.
Ia tak punya 'emblem' khusus.
Ia tetap mengendap di ruang kesunyian.
Di situlah keramaian puisi bertengger.
Dan tak pernah lelah dengan segenap penanya.
Sungguh Tuhan Maha Agung, menempatkan ruang di kebahagiaan sunyi.
Puisiku, puisimu, puisi kita!.

Mashudi
Pojok beteng wetan, 2004

Belum ada komentar atas artikel ini, silakan tuliskan dalam formulir berikut ini

Formulir Penulisan Komentar

Nama
Alamat e-mail
Kode Keamanan
Komentar