BENAR DAN KEBENARAN

SIDA BLEBERAN 25 Mei 2017 16:52:03 WIB

(Cermin menghadapi Ramadhan).

 

Didalam kamus kehidupan terkadang terkandung juga sebuah kebenaran, dan kebenaran itu sendiri sangat luas arti dan makna, apalagi letak bahasa serta ketepatan ruang dan waktu. Misal contoh yang sering kita hadapi entah itu di meja-meja kantor, diperkumpulan pos pos ronda, disebuah organisasi-organisasi, atau dimuara sebuah kelompok atau golongan bahkan kubu, bahwa yang sering kita perdengarkan dan sering kita perbincangkan adalah hal hal mengenai kebenaran. Acapkali kebenaran itu multi tafsir, bisa jadi sampeyan mempunyai pemahaman A sedang   saya mempunyai pemahaman B bahkan  mereka mempunyai pemahaman C. Itupun bisa jadi kita ambil tengah-tengahnya bahwa kebenaran itu sering disebutkan di forum-forum atau di mimbar-mimbar dengan teori benarnya sendiri, benarnya orang banyak, bahkan benar yang sejati. Itupun kalau kita ambil poin yang terakhir misalnya kebenaran sejati hanyalah Tuhan yang berhak menyandang kebenaran sejati, kita kita sebagai manusia hanya berhak meletakkan kebenaran itu dengan berbagai multi tafsir sebagaimana yang sudah disebutkan diatas. Benarnya sendiri bisa masuk kategori benar ataupun salah, karena itu terletak pada ego setiap individu, itupun kalau tepat ataupun pas bisa jadi masuk kebenaran yang sejati. Sama seperti halnya benarnya orang banyak, ia mencakup peraturan-peraturan yang disepakati orang banyak, hukum adat, tatacara dan tata kelola kehidupan bermasyarakat dan lain sebagainya. Sedang yang terakhir sangat sah dan mutlak, kebenaran sejati hanya Tuhan yang hak yang memiliki kebenaran sejati. Manusia, Jin, Malaikat hanya mempunyai hak pantulan cahaya ke Illahian dari Tuhan, pinjam istilah jawa 'kepyuran'. Dan tiga jenis kebenaran itu bisa diterapkan menurut letak dan ruang yang tepat dan pas, entah itu tentang manusia, masyarakat, dan memasyarakatkan manusia secara utuh dan sekemampuan setiap individu masing-masing. Kalau berandai-andai kemungkinan tidak tepat jika hidup diletakkan pada tataran 'kekakuan', hidup harus lentur. Toh disaat lain kita juga butuh kekakuan yang sangat tepat, dan disaat lain juga butuh kelenturan yang sangat tepat. Semua itu tergantung takaran dan proporsi masing-masing. Gula memang manis, namun jika kadar gula kita naik, diabetes kita melebihi target, semanis gula dapat berubah sembilan puluh derajat ke kepahitan-kepahitan, dan itu membuat tidak pas. Atau misalkan kita memegang pisau, dihadapan kita ada seekor ayam. Tentu orang yang melihatnya akan menyembelih ayam, namun disaat lain bisa jadi ada yang menilai bukan menyembelih melainkan membunuh.

Hayoooo..... Menyembelih ataukah membunuh?•MHD

Dokumen Lampiran : BENAR DAN KEBENARAN


Belum ada komentar atas artikel ini, silakan tuliskan dalam formulir berikut ini

Formulir Penulisan Komentar

Nama
Alamat e-mail
Kode Keamanan
Komentar